Jumat, 02 Juni 2017

Terimakasih dan Selamat Tinggal

Terimakasih.
Karena tidak mengucapkan selamat tinggal.
Pergi saja, begitu.
Benar sekali, yang seperti itu.
Tanpa pamit.
Tanpa jejak.
Biar otak ku mendidih,
lalu kenangan tentang kamu menguap, begitu saja,
tak berbekas.
Biar pelan-pelan,
secara tak sadar,
aku mulai lupa,
tentang kamu,
yang pernah ada.
Tak usah ucap selamat tinggal,
agar aku juga tak ingat,
bahwa ada yang pernah tinggal.
Bahwa, kamu, tidak meninggalkan apapun.

Secangkir Kopi

Sayang, hari ini aku minum kopi.
Secangkir penuh, tidak pakai gula.
Ku ganti dengan satu sendok rindu.



Yang Salah Dari Seorang Perempuan

Yang salah dari seorang perempuan adalah: kamu selalu bilang sulit sekali untuk percaya terhadap laki-laki. Hatinya penuh dengan keraguan, menagih bukti, menyangkal diri untuk jatuh hati pada kata-kata. Tetapi nyatanya, saat dia tak bisa berikan bukti yang cukup kuat untuk dianggap serius, kamu kembali pada ‘kata-kata’nya. Pada pengakuan-pengakuan nya tentang perasaan, pertanyaan-pertanyaan nya yang perhatian, harapan-harapan nya soal masa depan, kalimat-kalimat nya yang meyakinkan. Kamu mungkin ragu, tapi itu satu-satu nya yang tersisa. Sesuatu yang pernah dia nyatakan, dan kamu harap itu semua benar. Kamu harap kamu satu-satunya yang pernah mendengar. Kamu harap kata-kata itu dapat di pegang.
Lalu kamu sadar: mereka hanya deretan bunyi dari bibirnya yang merambat melalui udara, lalu musnah begitu saja. Sampai di telingamu, lalu hilang, tak berbentuk, tak tersisa. Hanya masih ada dalam satu tempat: ingatan.
Mereka hanya spasi dan huruf tak nyata di layar ponsel. Tak punya arti, tak punya makna. Bisa di di ketik oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja. Dan di kirim kepada siapa saja.

Bahkan bisa saja saat dia panggil kamu “sayang”, di tangannya yang satu lagi, ada sebuah genggaman jemari lain.

Cerita Pendek Teller Service

May, 2017

Just hoping it will give those whom read this some good thoughts or inspirations.

Hari itu, sekitar beberapa hari yang lalu, saya menangis di balik loket Teller Service. People might think I am overact, but this is exactly what I feel. Saya masih ingat jelas nama beliau, Ibu Maria, yang sampai di hadapan saya di dampingi suami dan anak laki-lakinya. I’ll make it simple: she is blind. Suami nya pun punya kekurangan yang sama, buta, namun satu mata. But he is still right beside her, menggengam jemari kanan Bu Maria, mengarahkan, walaupun dengan satu mata. Hal pertama yang membuat hati saya mencair adalah ketika saya lihat sosok di sisi kiri Bu Maria, anaknya. I thank Allah for thousand times in heart. He’s normal. Maha Besar Allah dan segala kuasa-Nya.

For information, awalnya pasti saya tidak bisa sembunyikan ekpresi wajah yang berbeda ketika baru petama kali berhadapan dengan keluarga kecil itu, tetapi saya kontrol mimik wajah saya, kembali ke muka-saat-melayani-nasabah. Walaupun saya tahu beliau tak lihat.

Saya juga tidak memperlakukan beliau dengan pelayanan ‘special’ atau semacamnya. I treat her and family like common customers. Tidak mau berbeda. Karena, beliau punya harapan yang sama di hatinya, bahwa kekurangannya tak boleh kurangi hak nya sebagai manusia, contohnya, masih bisa menabung di bank. She wants to be treat like normally person. So I am.

Tetapi yang membuat saya menangis bukan karena anak laki-lakinya sempurna, atau karena ketidakputus-asa-an beliau.
Melainkan sikap anak Bu Maria, ucapan-ucapan kecil nya seperti “Ayah kasih buku rekeningnya,” dan “Mah kasih KTPnya,” lalu dia yang saya minta bantu untuk tanda tangan di slip sesudah transaksi.

He’s totally cool boy. Kenyataan bahwa dia tidak malu dengan keadaan orang tua nya di depan publik, lovely boy who is holding his mother’s hand. Take care of his father too. And growing up well. It all thoughts touched my heart.

Bukan menangis karena iba, tetapi karena saya senang, saya sadar: Allah ciptakan kekurangan pada Bu Maria dan suaminya, karena Allah akan titipkan sebuah kelebihan berupa anak laki-laki yang kuat dengan hati besar.

It always nice to meet new people. 💛