Sabtu, 15 Februari 2014

Where is location of quietness?

Share on :
Ada yang frustasi karena sebuah games.
Apa akal itu sebanding dengan sesuatu yang malah diciptakan dari akal itu sendiri?
Ada yang hidupnya pasif karena internet.
Apa sosialisasi itu sebanding dengan sebuah jaringan yang hanya dipenuhi teks tanpa intonasi?
Ada yang membuang bayinya di tong sampah.
Apa sampah itu sebanding dengan sebuah nyawa?
Ada yang korupsi sampai lupa berapa uang yang dia punya.
Apa hak orang lain itu sebanding dengan kepuasan diri sendiri?
Ada yang rumahnya masih terbuat dari kardus.
Apa kardus itu sebanding dengan batu bata kokoh  yang dilapisi semen?
Ada yang berambisi untuk sekedar jabatan.
Apa kemauan tinggi itu sebanding dengan sekedar kekuasaan?
Ada yang berlomba-lomba mengumpulkan harta.
Apa kemampuan itu hanya sebanding dengan benda yang memliki nominal?
Ada yang sibuk mengurusi hidup idola nya.
Apa waktu untuk beraktivitas itu sebanding untuk mengurusi aktivitas orang lain?
Kita semua tahu bahwa semua jawaban yang kita punya juga masih mempunyai sebuah pertanyaan lagi yang harus dijawab.
Kenapa harus terlalu rumit?
Padahal jelas-jelas ini (hanya) dunia untuk sementara, kan?
Kenapa semuanya seperti terlalu sibuk dan terlihat seperti sudah lupa fakta itu?
Benarkah mereka telah tenggelam dalam kesengsaraan dan kebahagiaan semu?
Lalu dimanakah letak pelampung ketenangan dari segala macam persoalan di dunia fana ini?
Sebagian (sangat) kecil dari manusia berusaha mencari pelampung itu.
Dan tak pernah ada satu pun yang menyadari letaknya.
Padahal sangat dekat.
Padahal sudah menjadi bagian dari kebiasaan.
Padahal sangat sederhana.
Karena sesungguhnya,
letak ketenangan itu hanya sejauh kening dan sajadah.


Ketika tidak ada bahu untuk bersandar,
selalu ada lantai untuk bersujud.

Hormat saya,
Salah satu penghuni dunia fana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar