Dimana?
Aku mencintainya diantara jarak.
Bagaimana?
Karenanya, diamku jadi terasa lebih bermakna.
Lalu?
Aku mengirim hatiku padanya, tapi dia hanya membaca dan
tidak menjawab.
Tidak ingin pergi?
Setia itu hanya mitos, dan aku akan megubahnya, jadi nyata.
Atau mencoba
melupakannya?
Aku mencoba untuk melupakannya, tapi itu sama sulitnya
seperti mengingat orang yang tak pernah ku kenal.
Baiklah. Lalu apa
masih ingin berharap?
Aku tidak berharap, aku lebih suka berdo’a. Setiap malam.
Berdo’a agar dia
mencintaimu, begitu?
Bukan begitu. Tapi begini..
“Tuhan, lepaskan dia dari semua yang menghilangkan senyum
indahnya. Biarkan candanya berserakan di antara sepinya malam ini.”
Jadi, kau takkan
pernah berhenti mencintainya?
Aku tidak akan pernah berhenti mencintainya, aku hanya
berhenti untuk menunjukkan itu.
Dan tak pernah
menangis?
Sekali. Dan sepertinya terakhir.
Kenapa?
Karena; yang paling
sering tertawa, memang paling terlihat bodoh ketika akhirnya dia menangis.
Merasa bodoh?
Aku hanya belum pintar.
Sampai-sampai…
Cintaku
tak terbalas. Cintaku tak diberikkan waktu untuk berbunga.
Tertanda,
Aku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar