Kamis, 02 Januari 2014

Surat Dari Semesta

Share on :

Ritme hujan terdengar oleh telinganya.
Petrichor pun di cium hidungnya.
Butiran air jatuh angkuh diatas kulitnya.
Kabut itu juga menghalangi matanya.
Dan eluhan-eluhan mulai dikecapkan lidahnya.

Sudah dapat mendengar ritme hujan.
Mencium petrichor.
Merasakan air.
Melihat kabut.
Tapi kenapa malah eluhan yang terucap?

Sesungguhnya, si tuli ingin sekali mendengar, walau itu hanya ritme hujan.
Si buta juga ingin sekali melihat, walau itu hanya kabut.
Si bisu juga ingin sekali berbicara, walau itu hanya mengucap syukur.
Dan yang kekeringan pun ingin sekali hujan, walau itu hanya gerimis.

Yang punya seperti tidak menginginkan.
Sedangkan yang tidak punya jelas-jelas sangat menginginkannya.
Padahal, semua tahu kalau Tuhan tidak pernah tidur.
Dan Semesta selalu menjadi saksi bisu yang nyata.

Tidak takutkah yang punya, jika semua yang dipunya-nya diambil Tuhan lalu diberikan pada yang tidak punya?
Aku menunggu jawabanmu..

Saksi bisumu,
Semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar