Ritme hujan terdengar
oleh telinganya.
Petrichor pun di
cium hidungnya.
Butiran air
jatuh angkuh diatas kulitnya.
Kabut itu juga
menghalangi matanya.
Dan
eluhan-eluhan mulai dikecapkan lidahnya.
Sudah dapat
mendengar ritme hujan.
Mencium
petrichor.
Merasakan air.
Melihat kabut.
Tapi kenapa
malah eluhan yang terucap?
Sesungguhnya, si
tuli ingin sekali mendengar, walau itu hanya ritme hujan.
Si buta juga
ingin sekali melihat, walau itu hanya kabut.
Si bisu juga
ingin sekali berbicara, walau itu hanya mengucap syukur.
Dan yang
kekeringan pun ingin sekali hujan, walau itu hanya gerimis.
Yang punya
seperti tidak menginginkan.
Sedangkan yang
tidak punya jelas-jelas sangat menginginkannya.
Padahal, semua
tahu kalau Tuhan tidak pernah tidur.
Dan Semesta selalu
menjadi saksi bisu yang nyata.
Tidak takutkah
yang punya, jika semua yang dipunya-nya diambil Tuhan lalu diberikan pada yang
tidak punya?
Aku menunggu
jawabanmu..
Saksi
bisumu,
Semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar